Terlebih dahulu mesti dijelaskan, bahwa Marx memilik pandangan, yang dalam aliran filsafat disebut sebagai Materialisme,[1] bentuk penolakan atas Idealisme yang menurutnya abstraktif, dan Marx menyimpulkan pandangan-pandangannya melalui metode Dialektika, sebagai metode yang dapat menjelaskan hubungan-hubungan dari sebuah gejala, sebagai sesuatu yang tidak hanya berdasar pada hukum kausalitas, tapi pada sebuah hukum evolusioner yang memiliki ikatan keterkaitan yang saling melahirkan (mungkinkah Marx menganut Darwinisme sosial?), dimana terdapat Tesis, Anti-tesis, dan Sintesis, gejala yang satu (Tesis) melahirkan bantahan (Anti-tesis), dan didamaikan/disatukan oleh gejala yang baru, yang lebih sempurna (Sintesis). Demikian seterusnya, proses ini selalu berkembang tanpa henti. Maka dalam hal meneropong perkembangan sejarah manusia, dan dalam meneropong bentuk tatanan sosial masyarakat, Marx mendasarkannya pada pemahaman Materialisme dan Dialektika.[2]Ini mengisyaratkan pula bahwa untuk memberi berbagai penafsiran dan penjelasan atas pemikiran Marx, maka kita tidak boleh melepaskan diri dari unsur Materialisme dan Dialektika yang diyakininya.
“Sejarah dari semua masyarakat hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas”,[3] sebuah kalimat pembukaan dalam Manifesto Partai Komunis, dokumen terpenting bagi kaum komunis, atau setidaknya merupakan dokumen yang memuat analisis Marx (dan Engels) tentang bagaimana seharusnya kaum buruh, pekerja, proletariat memahami dunianya. Sebuah proklamasi bagi garis perjuangan buruh pekerja melawan para penindasnya, juga sebagai pernyataan untuk memberi sikap politik kepada mana individu dari kelas yang merupakan kawan dan mana individu dari kelas yang merupakan lawan. Kalimat di atas juga setidaknya dapat memberi citra bagaimana Marx melihat jalinan sejarah panjang peradaban manusia sebagai sejarah perjungan antara kelas terhisap dan kelas penghisap, antara kelas tertindas dan kelas penindas.
Perlu dicatat bahwa dalam menganalisis tentang struktur masyarakat, Marx lalu menyimpulkan bahwa struktur terdasar dalam masyarakat adalah Ekonomi, sehingga perubahan dalam gejala-gejala ekonomi, dapat menstimuli perubahan-perubahan pada struktur atas, yakni hukum, politik, ideologi, agama dan sebagainya. Marx menjelaskan:
“Keseluruhan hubungan-hubungan produksi ini merupakan struktur ekonomi masyarakat-dasar yang nyata, di atas mana timbul struktur-struktur atas (superstructures) hukum dan politik dan dengan mana cocok pula bentuk-bentuk kesadaran sosial tertentu. Cara produksi kehidupan material menentukan sifat umum dari proses-proses sosial, politik, dan spiritual dari kehidupan”.[4]
Dari setiap etape sejarah perkembangan masyarakat manusia tersebut, juga menampakkan struktur masyarakat yang berbeda, watak pertentangan kelas yang berbeda, dan dengan kesadaran kelas yang berbeda. Keseluruhan perbedaan ini dikarenakan faktor relasi-relasi ekonomi yang berbeda antara tipikal masyarakat pada zaman yang satu dengan tipikal masyarakat pada zaman yang lainnya. Karenanya, disetiap tingkatan sejarah peradaban manusia, senantiasa nampak hubungan-hubungan sosial yang berbeda, yang berdasar pada berbedanya relasi-relasi ekonomi pada setiap zaman.
“Hubungan-hubungan produksi sosial, berubah, diubah dengan perubahan dan perkembangan alat-alat produksi material, tenaga-tenaga produktif. Hubungan-hubungan produksi dalam keseluruhannya merupakan apa yang dinamakan hubungan-hubungan sosial, masyarakat dan khususnya, suatu masyarakat pada tingkat tertentu perkembangan sejarah”.[5]
“Orang-orang yang sama yang menegakkan hubungan-hubungan sosial mereka sesuai dengan produktivitas material mereka, juga memproduksi azas-azas, ide-ide dan kategori-kategori, yang bersesuaian dengan hubungan-hubungan sosial mereka”[6]
Dalam komunitas masyarakat pada setiap konteks zaman tersebut berkembang sejumlah gagasan-gagasan, ide-ide, konstruksi berpikir, yang terimplementasi dalam hubungan-hubungan sosial mereka. Dan paradigma yang terbangun dalam keseluruhan hubungan-hubungan sosial ini pada dasarnya mencerminkan watak perkembangan yang khusus dari hubungan-hubungan produksi. Ini menandakan pula bahwa dalam setiap masyarakat pada konteks zaman tertentu membangun kebudayaan dan pandangan dunianya masing-masing, tidak lain, senantiasa dipengaruhi oleh hubungan-hubungan ekonomi diantara mereka. Terkait dengan ini, kita kembali menemukan penegasan Marx pada German Ideology, Marx mengatakan:
“Hidup melibatkan segala sesuatu seperti makan dan minum, kebiasaan, berpakaian, dan banyak hal lain. Aksi sejarah yang pertama adalah produksi alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, produksi kebutuhan material itu sendiri. Dan sungguh ini merupakan aksi sejarah, kondisi fundamental dari seluruh sejarah... sehingga sejarah kemanusiaan harus selalu dipelajari dan dilihat dalam hubungannya dengan sejarah industri dan pertukaran (hubungan-hubungan ekonomi. pen.)”[7]
Jadi bagi Marx, hubungan sosial tidak lain adalah hubungan-hubungan ekonomi, dimana dalam setiap tindakan sosialnya, manusia tidak selalu melepaskan diri dari motif-motif ekonomis yang menjadi tujuan paling hakiki dari kehidupan manusia. Anggapan Marx bahwa basis struktur kehidupan sosial adalah ekonomi, sungguh telah menemukan maknanya pada beberapa pernyataan di atas. Basis struktur kehidupan adalah ekonomi, yang berarti pula, dasar dari semua hubungan-hubungan sosial, tindakan-tindakan sosial manusia, senantiasa memiliki makna yang ekonomis. Yakni hubungan-hubungan yang senantiasa dilandasi oleh kepentingan untuk hidup dan meelangsungkan hidup.
Pernyataan Marx pada pembukaan Manifesto Partai Komunis di atas menandakan betapa besarnya pengaruh Hegel dalam perkembangan pemikiran Marx. Dalam Filsafat Sejarah, Hegel banyak berbicara tentang sejarah dengan berbagai dimensinya, sejarah masyarakat dengan berbagai kelas yang ada didalamnya, sejarah dalam beberapa kurun zaman. Tapi yang digambarkan oleh Hegel adalah kandungan ide-ide atau setidaknya kandungan ide-ide filsafati, ide-ide tentang makna spritual masyarakat manusia pada setiap kurun zaman tersebut. Hegel cenderung melihat proses perubahan dalam masyarakat, pola-pola hubungan yang kemudian tercipta dalam masyarakat pada setiap etape sejarah ditafsirkan berasal dari ide-ide manusianya[8], yang berarti pula, ide-ide inilah yang selanjutnya menggerakkan manusia untuk berbuat dan membangun hubungan-hubungan sosialnya, ide-ide melahirkan kenyataan dalam tindakan. Ini nyata-nyata mencitrakan sisi idealisme Hegel yang ditentang keras Oleh Marx, bahwa Hegel tidak memandang kondisi-kondisi materiil lah, yang terimplementasi dalam hubungan-hubungan ekonomi, yang dapat membentuk ide-ide manusia.
Dari berbagai penjelasan Marx, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya pengertian kelas sosial dalam pencermatan Marx merupakan susunan masyarakat secara berjenjang yang didasarkan pada hubungan-hubungan ekonomi. Hubungan-hubungan ekonomi ini terkait erat dengan kepemilikan atas alat-alat produksi oleh sekelompok manusia pada satu pihak, yang mengakibatkan relasi penindasan, dan eksploitasi atas sekelompok masyarakat pada pihak yang lain, yang tidak memiliki hak kepemilikan atas alat-alat produksi. Ini juga mengandaikan bahwa kelompok masyarakat pekerja, budak, yang tidak memiliki kepemilikan atas alat-alat produksi, yang justru bekerja, berkreasi, mencipta demi dan untuk orang lain merupakan kelas yang berada pada struktur terbawah dalam setiap masyarakat manusia.
Disatu sisi, kepemilikan atas alat-alat produksi oleh masyarakat pada satu kelompok menciptakan alienasi diri bagi sekelompok masyarakat lain yang tidak memiliki hak kepemilikan atas alat-alat produksi. Pada konteks ini, manusia tidak lagi bekerja sesuai kehendaknya, tidak bebas untuk mencipta sesuai keinginannya, tidak lagi mampu mengaplikasikan kreatifitasnya kedalam sebuah karya bagi dirinya sendiri, ia dikekang oleh kerja yang bukan miliknya, bukan untuknya, dan bukan karena dirinya, ia teralienasi dalam berproduksi dan teralienasi dari ciptaannya sendiri, ciptaan yang justru membelenggunya, karena ia dipaksa, ia tidak bebas untuk mencipta dan berproduksi. Mereka hanya menjadi pemilik atas alat-alat produksi dengan fungsi untuk menggunakannya dalam berproduksi yang sepenuhnya pula hasil produkinya tidak untuk dirinya sendiri, tidak berguna bagi dirinya secara hakiki, tapi sebaliknya menjadi milik bagi pemilik alat-alat produksi, berguna bagi pemilik alat-alat produksi untuk memperkaya diri dan menciptakan jurang kemiskinan yang menganga dengan yang memproduksinya.
“Hingga kini, sebagaimana yang telah kita ketahui, segala bentuk masyarakat telah didasarkan atas antagonisme antara kelas-kelas yang menindas dengan kelas-kelas yang tertindas. Tetapi untuk dapat menindas suatu kelas, haruslah dijamin syarat-syarat tertentu untuknya di mana ia setidak-tidaknya dapat melanjutkan hidupnya sebagai budak..., Syarat terpokok untuk hidupnya, dan berkuasanya kelas borjuis, adalah terbentuknya dan bertambah besarnya kapital; syarat untuk kapital ialah kerja-upahan”.[9]
Jadi sebuah kelas sosial yang telah terbentuk, akan senantiasa dipertahankan eksistensinya dengan melanggengkan struktur penindasan dan dominasi kelasnya lewat relasi-relasi produksi ini. Relasi-relasi produksi ini melahirkan konsekuensi alienasi dan penghisapan yang memiskinkan.
Jika masyarakat pada akhirnya dibagi dalam dua kelas yang bertentangan, kenapa masyarakat dengan profesi yang bukan pekerja upahan dan bukan pemilik modal, misalnya pegawai, dokter, petani bebas, nelayan mandiri, tidak menjadi bagian dri dua kelas besar yang bertentangan itu? Marx menjawab:
“dari sudut pandangan ini, namun, para dokter dan pegawai pemerintahan akan juga merupakan dua kelas, karena termasuk pada dua kelompok yang berbeda, pendapatan masing-masing kelompok mengalir dari sumber masing-masing sendiri”[10]
Tidak ada kesimpulan lanjutan dari Marx lewat baris kalimatnya ini, minimal, maksud Marx sudah bisa kita tangkap, bahwa kelas-kelas yang hajat hidupnya secara ekonomis tidak berasal dari upah, laba, dan sewa tanah,[11] tidaklah bisa dimasukkan kedalam dua kelas yang bertentangan itu. Jadi sejarah peradaban manusia itu merupakan sejarah pertentangan antara kelas pemilik dan kelas pekerja, kelas yang bukan pemilik dan kelas yang bukan pekerja dalam kategori ini, bukanlah pelaku sesungguhnya dari sejarah, karena mereka tidak berada dalam posisi saling bertentangan, mereka hidup bebas. Jadi kelas sebagaimana yang dimaksudkan oleh Marx tidak lain adalah kelas-kelas yang hidupnya didasarkan pada; yang satu sebagai penghisap, dan satu sebagai yang dihisap dalam relasi-relasi produksi. Inilah dua kelas yang sesungguhnya dalam masyarakat, yang senantiasa ada dalam pertentangan. maka tujuan Marx adalah memberi landasan teori bagi kesadaran kelas tertindas ini, yakni membongkar kedok eksploitasi, penindasan dan alienasi yang diciptakan dalam relasi-relasi produksi, oleh kelas pemilik modal terhadap kelas pekerja.
[1] Substansinya, ide, pikiran, bagaimanapun adanya ia tidak bisa dilepas-pisahkan dari manusia sebagai materi yang berpikir, jadi materi adalah dasar dari segala-galanya.
[2] Terkait dengan pandangan Materialisme dan Dialektika Marx, Lebih lengkapnya, baca karya Karl Marx, Tesis Tentang Feuerbach. Lihat pula penegasan Marx terkait dengan Dialektika pada Pengantar untuk edisi Ke-dua tertanggal London 24 januari 1873 dalam buku Karl Marx. 2004. Kapital;sebuah kritik ekonomi politik. Cetakan pertama, Buku I, Hal. xxxix-xl.
[4] Karl Marx. 1859. Kata Pengantar Pada Sebuah Sumbangan Untuk Kritik Terhadap Ekonomi Politik, diakses tgl 29 Maret 2011, pada situs http://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/, lihat pula, Karl Marx; Pengantar Untuk Sumbangan Bagi Kritik Terhadap Ekonomi Politik, Dimuat dalam, Erich Fromm. 2004. Konsep Manusia Menurut Marx, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 283.
[5] Karl Marx. Upah, Harga dan Laba. Bab I. penterjemah: Batubara, (wages, price and pofit, foreign languages publishing house, Moskow), jajasan "pembaruan" djakarta, 1958. Diakses pada tgl 29 Maret 2011. dari situs: http://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/
[6] Karl Marx .1847. Kemiskinan Filsafat, Diakses pada tgl 29 Maret 2011. Pada situs: http://www.marxists.org/indonesia/archive/marxengels/ diterjemahkan oleh Oey hay Djoen. diterbitkan oleh Hasta Mitra, tahun 2007.
[8] Lebih jelasnya Hegel mengatakan ”kemauan subjektif –nafsu- adalah yang mendorong manusia melakukan kegiatan yang mempengaruhi realitas ‘praktis’, ide merupakan sumber batin perbuatan. G.W.F. Hegel. Filsafat Sejarah, Op cit..., Hal. 54.
[11] Sebagaimana penjelasan Marx selanjutnya pada Kapital III, Op cit... Hal. 957. Terkait dengan ini penulis juga akan membahasnya pada sub-sub judul selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar