Selasa, 23 Agustus 2011

SEKILAS TENTANG PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


Pendidikan adalah sektor sentral dalam usaha pembentukan sumber daya manusia, yakni, manusia-manusia yang cerdas, terampil dan mampu menjawab tantangan zaman. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bagsa, dan negara (Wina Sanjaya, 2006: 2).

     Siswa sebagai anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Sebab siswa atau anak didiklah yang menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian di dalam proses belajar mengajar. Siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan tertentu yang kemudian harus dikembangkan dan terus didorong agar dapat tercapai secara optimal.


Siswa akan menjadi faktor “penentu”, sehigga dapat memengaruhi segala sesuatu yang di perlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Jadi dalam proses belajar- mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah tujuan, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu ada penentuan atas komoponen-komponen yang lain. Apa bahan yang di perlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus di sesuaikan dengan keadaan/karakteristik siswa. Itulah sebabnya  siswa atau anak didik adalah merupakan subjek belajar.

Dalam persoalan pembelajaran, kita masih cenderung diperhadapkan dengan model konvensional. yang dalam aplikasinya, metode yang di gunakan oleh guru cukup bervariasi, antara lain metode ceramah, diskusi maupun praktikum. Namun, dalam pembelajaran guru cenderung menggunakan metode ceramah. Siswa kurang di arahkan dan dibawa untuk mengamati, berinteraksi dengan obyek dan lingkungan dunia nyata siswa. Salah satu upaya yang dapat di lakukan untuk mengatasi bebrapa masalah tersebut adalah dengan melakukan proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa, yaitu dengan meningkatkan peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar. Penilaian hasil belajar siswa di peroleh dengan test tertulis yang di laksanakan di akhir tiap siklus. Penilaian hasil belajar bertujuan untuk mengetahui pemahaman atau pengetahuan siswa terhadap materi pembelajaran.


Salah satu pendekatan yang sesuai untuk meningkatkan peran aktif siswa adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual akan mengajak siswa untuk mengaitkan materi yang di pelajari dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan serangkaian proses pembelajaran, sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar dan dapat membangun pemahamanya sendiri terhadap materi pembelajaran. Pembelajaran akan lebih menyenangkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual, karena dalam pembelajaran kontekstual siswa dituntut aktif untuk memperoleh pengalaman belajarnya sendiri.


Dalam pembelajaran kontekstual, siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa yang dalam bentuk “kecil’, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru, bukanlah sebagai istruktur atau “penguasa” yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.


Salah satu asas dalam  model pembelajaran kontekstual adalah Inkuiri, yang berarti bahwa proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian, dalam proses perencanaan, guru bukan mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi diharuskan merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Karena belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis, melainkan terjadi secara dialektis. Maka melalui proses mental semacam inilah yang diharapkan agar siswa dapat berkembang secara utuh, baik intelektual, mental emosional, maupun pribadinya.


Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran Kontekstual, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang hendak dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan.hipotesis itulah yang kemudian menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data (Wina Sanjaya, 2008: 119). Melalui proses berpikir yang sistematis semacam ini, diharapkan siswa dapat memiliki sikap ilmiah, rasional, logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreatifitas.


Profil IKATAN PELAJAR MAHASISWA TALIABU







SEJARAH BERDIRINYA
IKATAN PELAJAR MAHASISWA TALIABU
(IPMAT)


A.      Prolog
            Perubahan menuntut penyesuaian sehingga tercipta simpul-simpul keselarasan antara domain waktu dan sejarah dengan realita dan kebutuhan ketika itu. Kondisi sosial, ekonomi dan politik yang labil senantiasa memicu terjadinya goncangan-goncangan sosial dalam struktur kehidupan sosial kemasyarakatan dalam membina keutuhan berbangsa dan bernegara. Ini menuntut adanya kreativitas dalam mengelola dan mentransformasi kondisi-kondisi ini sehingga tidak menimbulkan ekses yang berlebihan pada upaya penguatan tatanan kebangsaan kita secara universal.
            Disisi lain, pelajar dan mahasiswa yang juga adalah bagian yang tak terpisahkan dari tatanan sosial kemasyarakatan, memiliki fungsi sebagai individu-individu pelanjut estafet kepemimpinan bangsa dan juga sebagai motor penggerak perubahan bangsa dalam mencapai klimaks kemandirian dan kesejahteraan bangsa. Seluruh komunitas intelektual ini memiliki tanggungjawab yang sama dalam merealisasi harapan-harapan diatas.
            Ikatan Pelajar Pelajar Mahasiswa Taliabu (IPMAT) juga adalah salah satu medium yang mengikat komponen-komponen intelektual dimaksud, dan didedikasikan sebagai pilar perubahan.
            Bagi IPMAT, gerakan-gerakan perubahan tidak bisa mewujud secara spontanitas, gerakan perwujudan perubahan adalah sebuah proses sosial yang menuntut konsistensi. Gerakan perwujudan sangat naif dilakukan secara nasional dalam kurun waktu bersamaan, tapi gerakan perwujudan perubahan secara nasional harus dimulai dari konteks lokalitas, kewilayahan, regional, dan lalu nasional. sehingga IPMAT lebih menitikberatkan perannya pada bagaimana mendorong terealisasinya perubahan-perubahan dalam konteks kedaerahan sesuai dengan eksistensinya sebagai sebuah paguyuban yang merepresentasi wilayah tertentu, proses ini kedepan diharapkan dapat bersinergi dengan gerakan-gerakan perwujudan pada lokalitas kedaerahan lain sehingga ada sinergi proses secara kewilayahan, dalam menggapai terwujudnya perubahan pada konteks nasional.

B.       Latar Belakang dideklarasikannya IPMAT
            kondisi sosial, ekonomi, dan politik di kabupaten kepulauan sula dimana Taliabu juga adalah bagian integralnya, pada akhirnya melahirkan diskusi-diskusi panjang yang hangat. Kondisi sosial, ekonomi dan politik yang dimaksud ketika itu adalah;

1.   terwujudnya perjuangan pemekaran kabupaten kepulauan sula.
2.   terbentuknya tatanan pemerintahan dan birokrasi baru pasca pemilu legislatif tahun 2004 dan pilkada tahun 2005.
3.  kondisi sosial politik Taliabu yang labil pasca pemilu dan pilkada, sehingga rentan dapat memicu terjadinya disintegrasi sosial yang parah.
4.  terpecahnya taliabu menjadi 7 (tujuh) kecamatan, pasca adanya kebijakan pemekaran kecamatan-kecamatan baru di kabupaten kepulauan sula.
5.   tuntutan kepentingan untuk mengawal akselerasi pembangunan yang merata antara ketiga pulau di kabupaten kepulauan sula; Taliabu, Mangole dan Sulabesi.
6.   kepentingan untuk mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah baru sehingga tercipta sebuah Good Governance (pemerintahan yang baik) dan bersifat melayani kepentingan rakyat di kabupaten kepulauan sula, terutama di Taliabu.
7.  tuntutan kondisi untuk membentuk sebuah institusi yang kuat dan mampu untuk mengkader dan mendorong peningkatan kualitas intelektual Taliabu.
8.  kepentingan untuk menyatukan seluruh komunitas intelektual Taliabu yang tersebar di nusantara dalam satu wadah yang sama.
9.  akumulasi perjuangan dalam rangka mendorong terealisasinya peningkatan derajat hidup yang memadai bagi masyarakat Taliabu baik secara ekonomi, sosial maupun politik.
            Ketika itu, Perhimpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Taliabu Barat (P3MTB) yang dideklarasikan tahun 1997 masih menjadi satu-satunya wadah interaksi komunitas intelektual Taliabu di Kota Ternate Propinsi Maluku Utara, sehingga dengan berbagai latar belakang diatas, tuntutan untuk mendeklarasikan berdirinya institusi baru yang lebih ideal dan representatif pada akhirnya menjadi sebuah kebutuhan yang harus segera direalisasi. 

C.   Inisiator/ Pendiri IPMAT
IPMAT lahir dari diskusi-diskusi panjang atas kondisi daerah ketika itu. Pendeklarasian IPMAT juga tidak lain adalah merupakan titik klimaks diskusi dan sebagai buah kesimpulan dari diskusi-diskusi tersebut. Para aktor sekaligus inisiator berdirinya IPMAT adalah;
1.  Rusmin Gailea (ketua HMJ HIMAFIS Unkhair/ Ketua Umum PB IPMAT Periode pertama 2006-2008)
2. Asmadin Husni (Presiden BEM STKIP Kie Raha Ternate)
3.  M. Amrul Djinanu (Ketua Lembaga Pers HMI)
4.  Pardin Isa (Ketua Umum P3MTB periode ketiga 2005-2007/ Presiden BEM FIKES UMMU Ternate periode 2006-2007/ Ketua Umum PB IPMAT periode kedua 2008-2010)
5.  Mohtar Tidore (Pengurus BEM FAKULTAS SASTRA Unkhair, aktivis Teater Anak Bangsa (TAB) Unkhair)

D.   Pendeklarasian IPMAT
IPMAT dideklarasikan pada kongres pertama tanggal 22 Agustus 2006 di Lede, Taliabu, Kabupaten Kepulauan Sula. Kongres pertama yang sekaligus juga menjadi momentum pendeklarasian berdirinya Ikatan Pelajar Mahasiswa Taliabu (IPMAT) dihadiri oleh delegasi-delegasi kader intelektual (mahasiswa) Taliabu yang menuntut ilmu pada beberapa wilayah propinsi/kabupaten/kota di Indonesia. Para delegasi yang mengambil peran pada kongres pertama tersebut adalah;
1.  Domini La Jawara                          (delegasi Kota Sanana)
2.  Lisnardin S. Idu                             (delegasi Kota Ternate)
3.  Jawiu Ruhama                                (delegasi Kota Manado)
4.  Ade Putra                                       (delegasi Kota Luwuk)
5.  Rosdiana Hi. Safrudin                   (delegasi Kota Palu )
6.  Kaspia La Pala                               (delegasi Kota Gorontalo)
7.  Liana La Uba                                 (delegasi Kota Bau-bau)

E.   Visi Masa Depan IPMAT
Ada beberapa hal yang masih harus diwujudkan oleh Pengurus Besar IPMAT pada setiap periodesasi, diantaranya;
1.  peningkatan kualitas sumber daya manusia Taliabu melalui proses pendidikan politik kepada masyarakat lewat media sosialisasi-sosialisasi.
2.  tersedianya infrastruktur pendukung akses masyarakat di Taliabu.
3.  mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki kompetensi dan kemampuan, loyal, dan bertanggungjawab.
4.  mewujudkan wilayah Taliabu sebagai basis transaksi ekonomi baru di regional Maluku dan Maluku Utara.
5.  mempercepat pembentukan cabang-cabang Ikatan Pelajar Mahasiswa Taliabu (IPMAT) di wilayah-wilayah Kab/Kota berbasis Pelajar dan Mahasiswa Taliabu.

Senin, 22 Agustus 2011

MEMAHAMI FONDASI PEMIKIRAN MARX TENTANG KELAS SOSIAL




Terlebih dahulu mesti dijelaskan, bahwa Marx memilik pandangan, yang dalam aliran filsafat disebut sebagai Materialisme,[1] bentuk penolakan atas Idealisme yang menurutnya abstraktif, dan Marx menyimpulkan pandangan-pandangannya melalui metode Dialektika, sebagai metode yang dapat menjelaskan hubungan-hubungan dari sebuah gejala, sebagai sesuatu yang tidak hanya berdasar pada hukum kausalitas, tapi pada sebuah hukum evolusioner yang memiliki ikatan keterkaitan yang saling melahirkan (mungkinkah Marx menganut Darwinisme sosial?), dimana terdapat Tesis, Anti-tesis, dan Sintesis, gejala yang satu (Tesis) melahirkan bantahan (Anti-tesis), dan didamaikan/disatukan oleh gejala yang baru, yang lebih sempurna (Sintesis). Demikian seterusnya, proses ini selalu berkembang tanpa henti. Maka dalam hal meneropong perkembangan sejarah manusia, dan dalam meneropong bentuk tatanan sosial masyarakat, Marx mendasarkannya pada pemahaman Materialisme dan Dialektika.[2]Ini mengisyaratkan pula bahwa untuk memberi berbagai penafsiran dan penjelasan atas pemikiran Marx, maka kita tidak boleh melepaskan diri dari unsur Materialisme dan Dialektika yang diyakininya.
 “Sejarah dari semua masyarakat hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas”,[3] sebuah kalimat pembukaan dalam Manifesto Partai Komunis, dokumen terpenting bagi kaum komunis, atau setidaknya merupakan dokumen yang memuat analisis Marx (dan Engels) tentang bagaimana seharusnya kaum buruh, pekerja, proletariat memahami dunianya. Sebuah proklamasi bagi garis perjuangan buruh pekerja melawan para penindasnya, juga sebagai pernyataan untuk memberi sikap politik kepada mana individu dari kelas yang merupakan kawan dan mana individu dari kelas yang merupakan lawan. Kalimat di atas juga setidaknya dapat memberi citra bagaimana Marx melihat jalinan sejarah panjang peradaban manusia sebagai sejarah perjungan antara kelas terhisap dan kelas penghisap, antara kelas tertindas dan kelas penindas.
Perlu dicatat bahwa dalam menganalisis tentang struktur masyarakat, Marx lalu menyimpulkan bahwa struktur terdasar dalam masyarakat adalah Ekonomi, sehingga perubahan dalam gejala-gejala ekonomi, dapat menstimuli perubahan-perubahan pada struktur atas, yakni hukum, politik, ideologi, agama dan sebagainya. Marx menjelaskan:
“Keseluruhan hubungan-hubungan produksi ini merupakan struktur ekonomi masyarakat-dasar yang nyata, di atas mana timbul struktur-struktur atas (superstructures) hukum dan politik dan dengan mana cocok pula bentuk-bentuk kesadaran sosial tertentu. Cara produksi kehidupan material menentukan sifat umum dari proses-proses sosial, politik, dan spiritual dari kehidupan”.[4]
Dari setiap etape sejarah perkembangan masyarakat manusia tersebut, juga menampakkan struktur masyarakat yang berbeda, watak pertentangan kelas yang berbeda, dan dengan kesadaran kelas yang berbeda. Keseluruhan perbedaan ini dikarenakan faktor relasi-relasi ekonomi yang berbeda antara tipikal masyarakat pada zaman yang satu dengan tipikal masyarakat pada zaman yang lainnya. Karenanya, disetiap tingkatan sejarah peradaban manusia, senantiasa nampak hubungan-hubungan sosial yang berbeda, yang berdasar pada berbedanya relasi-relasi ekonomi pada setiap zaman.
“Hubungan-hubungan produksi sosial, berubah, diubah dengan perubahan dan perkembangan alat-alat produksi material, tenaga-tenaga produktif. Hubungan-hubungan produksi dalam keseluruhannya merupakan apa yang dinamakan hubungan-hubungan sosial, masyarakat dan khususnya, suatu masyarakat pada tingkat tertentu perkembangan sejarah”.[5]
“Orang-orang yang sama yang menegakkan hubungan-hubungan sosial mereka sesuai dengan produktivitas material mereka, juga memproduksi azas-azas, ide-ide dan kategori-kategori, yang bersesuaian dengan hubungan-hubungan sosial mereka”[6]
Dalam komunitas masyarakat pada setiap konteks zaman tersebut berkembang sejumlah gagasan-gagasan, ide-ide, konstruksi berpikir, yang terimplementasi dalam hubungan-hubungan sosial mereka. Dan paradigma yang terbangun dalam keseluruhan hubungan-hubungan sosial ini pada dasarnya mencerminkan watak perkembangan yang khusus dari hubungan-hubungan produksi. Ini menandakan pula bahwa dalam setiap masyarakat pada konteks zaman tertentu membangun kebudayaan dan pandangan dunianya masing-masing, tidak lain, senantiasa dipengaruhi oleh hubungan-hubungan ekonomi diantara mereka. Terkait dengan ini, kita kembali menemukan penegasan Marx pada German Ideology, Marx mengatakan:
“Hidup melibatkan segala sesuatu seperti makan dan minum, kebiasaan, berpakaian, dan banyak hal lain. Aksi sejarah yang pertama adalah produksi alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, produksi kebutuhan material itu sendiri. Dan sungguh ini merupakan aksi sejarah, kondisi fundamental dari seluruh sejarah... sehingga sejarah kemanusiaan harus selalu dipelajari dan dilihat dalam hubungannya dengan sejarah industri dan pertukaran (hubungan-hubungan ekonomi. pen.)”[7]
Jadi bagi Marx, hubungan sosial tidak lain adalah hubungan-hubungan ekonomi, dimana dalam setiap tindakan sosialnya, manusia tidak selalu melepaskan diri dari motif-motif ekonomis yang menjadi tujuan paling hakiki dari kehidupan manusia. Anggapan Marx bahwa basis struktur kehidupan sosial adalah ekonomi, sungguh telah menemukan maknanya pada beberapa pernyataan di atas. Basis struktur kehidupan adalah ekonomi, yang berarti pula, dasar dari semua hubungan-hubungan sosial, tindakan-tindakan sosial manusia, senantiasa memiliki makna yang ekonomis. Yakni hubungan-hubungan yang senantiasa dilandasi oleh kepentingan untuk hidup dan meelangsungkan hidup.
Pernyataan Marx pada pembukaan Manifesto Partai Komunis di atas menandakan betapa besarnya pengaruh Hegel dalam perkembangan pemikiran Marx. Dalam Filsafat Sejarah, Hegel banyak berbicara tentang sejarah dengan berbagai dimensinya, sejarah masyarakat dengan berbagai kelas yang ada didalamnya, sejarah dalam beberapa kurun zaman. Tapi yang digambarkan oleh Hegel adalah kandungan ide-ide atau setidaknya kandungan ide-ide filsafati, ide-ide tentang makna spritual masyarakat manusia pada setiap kurun zaman tersebut. Hegel cenderung melihat proses perubahan dalam masyarakat, pola-pola hubungan yang kemudian tercipta dalam masyarakat pada setiap etape sejarah ditafsirkan berasal dari ide-ide manusianya[8], yang berarti pula, ide-ide inilah yang selanjutnya menggerakkan manusia untuk berbuat dan membangun hubungan-hubungan sosialnya, ide-ide melahirkan kenyataan dalam tindakan. Ini nyata-nyata mencitrakan sisi idealisme Hegel yang ditentang keras Oleh Marx, bahwa Hegel tidak memandang kondisi-kondisi materiil lah, yang terimplementasi dalam hubungan-hubungan ekonomi, yang dapat membentuk ide-ide manusia.
Dari berbagai penjelasan Marx, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya pengertian kelas sosial dalam pencermatan Marx merupakan susunan masyarakat secara berjenjang yang didasarkan pada hubungan-hubungan ekonomi. Hubungan-hubungan ekonomi ini terkait erat dengan kepemilikan atas alat-alat produksi oleh sekelompok manusia pada satu pihak, yang mengakibatkan relasi penindasan, dan eksploitasi atas sekelompok masyarakat pada pihak yang lain, yang tidak memiliki hak kepemilikan atas alat-alat produksi. Ini juga mengandaikan bahwa kelompok masyarakat pekerja, budak, yang tidak memiliki kepemilikan atas alat-alat produksi, yang justru bekerja, berkreasi, mencipta demi dan untuk orang lain merupakan kelas yang berada pada struktur terbawah dalam setiap masyarakat manusia.
Disatu sisi, kepemilikan atas alat-alat produksi oleh masyarakat pada satu kelompok menciptakan alienasi diri bagi sekelompok masyarakat lain yang tidak memiliki hak kepemilikan atas alat-alat produksi. Pada konteks ini, manusia tidak lagi bekerja sesuai kehendaknya, tidak bebas untuk mencipta sesuai keinginannya, tidak lagi mampu mengaplikasikan kreatifitasnya kedalam sebuah karya bagi dirinya sendiri, ia dikekang oleh kerja yang bukan miliknya, bukan untuknya, dan bukan karena dirinya, ia teralienasi dalam berproduksi dan teralienasi dari ciptaannya sendiri, ciptaan yang justru membelenggunya, karena ia dipaksa, ia tidak bebas untuk mencipta dan berproduksi. Mereka hanya menjadi pemilik atas alat-alat produksi dengan fungsi untuk menggunakannya dalam berproduksi yang sepenuhnya pula hasil produkinya tidak untuk dirinya sendiri, tidak berguna bagi dirinya secara hakiki, tapi sebaliknya menjadi milik bagi pemilik alat-alat produksi, berguna bagi pemilik alat-alat produksi untuk memperkaya diri dan menciptakan jurang kemiskinan yang menganga dengan yang memproduksinya.
 “Hingga kini, sebagaimana yang telah kita ketahui, segala bentuk masyarakat telah didasarkan atas antagonisme antara kelas-kelas yang menindas dengan kelas-kelas yang tertindas. Tetapi untuk dapat menindas suatu kelas, haruslah dijamin syarat-syarat tertentu untuknya di mana ia setidak-tidaknya dapat melanjutkan hidupnya sebagai budak..., Syarat terpokok untuk hidupnya, dan berkuasanya kelas borjuis, adalah terbentuknya dan bertambah besarnya kapital; syarat untuk kapital ialah kerja-upahan”.[9]
Jadi sebuah kelas sosial yang telah terbentuk, akan senantiasa dipertahankan eksistensinya dengan melanggengkan struktur penindasan dan dominasi kelasnya lewat relasi-relasi produksi ini. Relasi-relasi produksi ini melahirkan konsekuensi alienasi dan penghisapan yang memiskinkan.
Jika masyarakat pada akhirnya dibagi dalam dua kelas yang bertentangan, kenapa masyarakat dengan profesi yang bukan pekerja upahan dan bukan pemilik modal, misalnya pegawai, dokter, petani bebas, nelayan mandiri, tidak menjadi bagian dri dua kelas besar yang bertentangan itu? Marx menjawab:
“dari sudut pandangan ini, namun, para dokter dan pegawai pemerintahan akan juga merupakan dua kelas, karena termasuk pada dua kelompok yang berbeda, pendapatan masing-masing kelompok mengalir dari sumber masing-masing sendiri”[10]
Tidak ada kesimpulan lanjutan dari Marx lewat baris kalimatnya ini, minimal, maksud Marx sudah bisa kita tangkap, bahwa kelas-kelas yang hajat hidupnya secara ekonomis tidak berasal dari upah, laba, dan sewa tanah,[11] tidaklah bisa dimasukkan kedalam dua kelas yang bertentangan itu. Jadi sejarah peradaban manusia itu merupakan sejarah pertentangan antara kelas pemilik dan kelas pekerja, kelas yang bukan pemilik dan kelas yang bukan pekerja dalam kategori ini, bukanlah pelaku sesungguhnya dari sejarah, karena mereka tidak berada dalam posisi saling bertentangan, mereka hidup bebas. Jadi kelas sebagaimana yang dimaksudkan oleh Marx tidak lain adalah kelas-kelas yang hidupnya didasarkan pada; yang satu sebagai penghisap, dan satu sebagai yang dihisap dalam relasi-relasi produksi. Inilah dua kelas yang sesungguhnya dalam masyarakat, yang senantiasa ada dalam pertentangan. maka tujuan Marx adalah memberi landasan teori bagi kesadaran kelas tertindas ini, yakni membongkar kedok eksploitasi, penindasan dan alienasi yang diciptakan dalam relasi-relasi produksi, oleh kelas pemilik modal terhadap kelas pekerja.



[1]     Substansinya, ide, pikiran, bagaimanapun adanya ia tidak bisa dilepas-pisahkan dari manusia sebagai materi yang berpikir, jadi materi adalah dasar dari segala-galanya.
[2]     Terkait dengan pandangan Materialisme dan Dialektika Marx, Lebih lengkapnya, baca karya Karl Marx, Tesis Tentang Feuerbach. Lihat pula penegasan Marx terkait dengan Dialektika pada Pengantar untuk edisi Ke-dua tertanggal London 24 januari 1873 dalam buku Karl Marx. 2004. Kapital;sebuah kritik ekonomi politik. Cetakan pertama, Buku I, Hal. xxxix-xl.
[3]     Karl Marx dan Engels, Manifesto Partai Komunis... Op cit...,
[4]     Karl Marx. 1859. Kata Pengantar Pada Sebuah Sumbangan Untuk Kritik Terhadap Ekonomi Politik, diakses tgl 29 Maret 2011, pada situs  http://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/, lihat pula, Karl Marx; Pengantar Untuk Sumbangan Bagi Kritik Terhadap Ekonomi Politik, Dimuat dalam, Erich Fromm. 2004.  Konsep Manusia Menurut Marx, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 283.
[5]     Karl Marx. Upah, Harga dan Laba. Bab I. penterjemah: Batubara, (wages, price and pofit, foreign languages publishing house, Moskow), jajasan "pembaruan" djakarta, 1958. Diakses pada tgl 29 Maret 2011. dari situs: http://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/
[6]     Karl Marx .1847. Kemiskinan Filsafat, Diakses pada tgl 29 Maret 2011. Pada situs: http://www.marxists.org/indonesia/archive/marxengels/ diterjemahkan oleh Oey hay Djoen. diterbitkan oleh Hasta Mitra, tahun 2007.
[7]     Karl Marx. German Ideology. Dimuat dalam, Erich Fromm. Op cit..., Hal, 261-264.
[8]     Lebih jelasnya Hegel mengatakan ”kemauan subjektif –nafsu- adalah yang mendorong manusia melakukan kegiatan yang mempengaruhi realitas ‘praktis’, ide merupakan sumber batin perbuatan. G.W.F. Hegel. Filsafat Sejarah, Op cit..., Hal. 54.
[9] Karl Marx, 1848. Manifesto Partai Komunis, op cit...,
[10] Karl Marx, Kapital III, Op cit..., Hal. 957.
[11] Sebagaimana penjelasan Marx selanjutnya pada Kapital III, Op cit... Hal. 957. Terkait dengan ini penulis juga akan membahasnya pada sub-sub judul selanjutnya.